Sabtu, 20 Februari 2016

#moviereview: Aach..Aku Jatuh Cinta


"Bertemu kamu seperti menemukan bom waktu yang bisa meledak kapan saja. 
Aku putuskan menaruh bom itu di kantungku.
Maka jika bom itu meledak dekat jantungku,
akan menjadi pijaran kembang api…yang penuh kisah cinta."


Itulah penggalan dialog puisi yang dibawakan manis oleh Pevita Pearce, yg berperan sebagai Yulia...  Seorang remaja putri yg beranjak dewasa, dengan lawan main Chicco Jericco,aktor yang sedang naik daun semenjak mendapatkan piala citra di tahun 2014, berperan sebagai Rumi...
film ini menarik untuk ditonton karena sutradara dari film ini adalah Garin Nugroho, sutradara kawakan yang mondar mandir masuk festival film ternama... menyutradarai film yang memang secara kualitas adalah film komersial, bukan film festival.
Jika Garin diberikan kesempatan menyutradarai AADC2, mungkin akan seperti Acch Aku Jatuh Cinta (AAJC) jatuhnya..
Dialog puitis mengalir dengan derasnya dan dapat dinikmati dengan senyum oleh penonton, rekor tersendiri bagi saya...mengerti dan tidak mengantuk untuk menonton film2 karyanya Garin sebelumnya.
Filmnya sendiri begitu renyah, berdasarkan kisah percintaan Romeo dan Juliet... Dimana perjalanan cinta mereka selalu terbentur dan terhalang oleh sesuatu.. Cerita karya Shakespeare yang tidak habis dimakan waktu walau ribuan kali dikisahkan melalui fragment, pertunjukan drama teater, bahkan film dengan berbagai alih Bahasa dan saduran.
Jika kisah cinta asli Romeo dan Juliet dihalangi oleh keluarga dan budaya... Tidak dengan film ini, dimana kisah cinta Rumi dan Yulia dihalangi oleh ketakutan hati mereka masing2 jikalau mereka saling menyatakan cinta.
Filmnya sendiri berlatar tahun 70-90an, dimana pada masa tersebut memang sangat menarik untuk difilmkan, karena pada masa itu adalah masa2 penuh bunga, warna mencolok, baju polkadot, dan musik-musik rock n roll. Serta masalah perekonomian yg menjadi latarnya seolah pas menjadi film cinta yang penuh gejolak dan warna.
Garin secara halus memasukan kegelisahan rakyat Indonesia atas berbagai kebijakan ekonomi yg diambil pemerintah saat itu yg berimplikasi ke kehidupan sosial mereka.
Walaupun banyak keganjilan dan atau missing link antar scene...tidak membuat film ini lantas menjadi membosankan.. justru kekuatan skenario yang membuat semua hal kelemahan dalam film tersebut jadi tidak terlihat, namun walaupun bisa kita rasakan.
Walaupun sebenarnya Chicco sudah tidak pantas berdandan sekolah menengah atas, namun transformasi kedua bintang tersebut patut diacungi jempol, seperti yang saya sebutkan di atas..bahwa film ini berjalan di masa tahun 70an sampai awal 90an. Selain itu, original soundtrack film ini sangat pas dan nyantol bagi para penonton… siapa yang tak terkesima mendengar lantunan lagu “Dari Mana Datangnya Asmara” Hendri Lotinsulu. Dan masih banyak lagi, lagu2 yang buat kita tersenyum dan tentu saja…bernyanyi melantunkan sountracknya.
Oh iya, menariknya lagi…konsistensi film ini terlihat dari bagaimana setiap benda/adegan ini mempunyai makna sampai akhir film… jika ada yang sudah menonton, pasti tahu bahwa bra merah adalah kunci dari film ini J
+M.Rizki Elrivany
#timpevitapearce

Tidak ada komentar:

Posting Komentar